ASSALAMU'ALAIKUM

SELAMAT DATANG KE RUMAH SAYA.

WELCOME TO MY HOUSE

Jumat, 07 Maret 2008

AMUBA

Ketika di SMA sekian puluh tahun yang lalu, saya memperoleh pelajaran Ilmu Hayat (sekarang disebut Biologi). Kalau tidak salah ingat, dalam pelajaran ini saya pernah diajarkan mengenai mahluk bersel tunggal yang disebut Amuba. Mahluk ini memiliki cara yang unik untuk berkembang biak. Mereka berkembang biak dengan cara membelah diri karena tidak memiliki alat kelamin, satu sel membelah menjadi dua atau lebih dan membentuk Amuba-Amuba baru. Dengan cara ini mereka mempertahankan kelangsungan hidupnya di alam yang tak pernah kenal kompromi. Bahkan tidak perlu digugat ke pengadilan, apabila mahluk-mahluk seperti ini dapat pula mengubah bentuk fisiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan yang selalu berubah.
Kenangan masa SMA ini sering mendorong saya untuk berfikir dan mencoba mencari persamaan atau perbedaan antara masa lalu dan masa kini. Saya merasa heran dan takjub melihat adanya kesamaan perilaku Amuba dengan perilaku sebagian masyarakat kita masa kini. Amuba membelah diri untuk berkembang biak dan bertahan hidup, hanya itu cara yang dapat mereka lakukan, dan itu tidak aneh. Yang aneh, banyak kelompok masyarakat kita saat ini melakukan hal yang hampir sama, yakni membelah diri menjadi dua, tiga atau lebih sehingga terbentuklah berbagai kelompok baru yang lebih banyak dan berwarna-warni.
Saya tidak tahu persis apakah proses pembelahan diri ini bertujuan untuk menjadi lebih banyak agar mampu menjadi mayoritas, ataukah karena kelompok yang terdahulu sudah dianggap tidak sesuai lagi dan perlu adanya kelompok baru, ataukah kelompok-kelompok hasil pembelahan diri ini hanya menjadi "kendaraan" bagi para petinggi kelompok untuk mencapai tujuan pribadi mereka. Alasan yang sebenarnya hanya diketahui oleh kelompok-kelompok itu sendiri. Kita sebagai orang di luar pagar hanya dapat menonton dan sesekali bertepuk tangan, apabila proses pembelahan berlangsung seru dan menarik.
Meski hanya menonton dan bertepuk tangan, alangkah baiknya apabila kita masih tetap punya harapan. Harapan itu tidak terlalu muluk, harapan itu adalah harapan kita semua. Kita berharap, hendaknya pembelahan diri ini jangan betul-betul meniru Amuba. Bila kita seratus persen meniru mereka, maka kita termasuk golongan mahluk yang masih primitif, dan masyarakat Madani yang kita celotehkan di setiap kesempatan hanyalah omong kosong. Apalagi kita juga mengetahui bahwa ada jenis-jenis Amuba yang menjadi biang penyakit, Amuba Disentri misalnya. Kalau ini kita tiru, bersiaplah kita semua untuk sakit perut dan tubuh kita menjadi lumpuh.


Bengkulu, 29 Oktober 2007.

(H. Musiardanis)

Tidak ada komentar: