ASSALAMU'ALAIKUM

SELAMAT DATANG KE RUMAH SAYA.

WELCOME TO MY HOUSE

Sabtu, 05 Januari 2008

PARIWISATA : PRIORITAS PENUH TANTANGAN


Di dalam bahasa Inggeris kepariwisataan disebut dengan istilah “Tourism”, yang secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai “berbagai ikhwal yang berhubungan dengan perjalanan untuk mendapatkan suatu kepuasan”. Arti kata “tour” agak sedikit berbeda dengan kata “traveling” meskipun secara fisik memiliki bentuk aktivitas yang sama yaitu pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan keduanya terletak pada tujuan yang ingin dicapai, “tour” lebih banyak bertujuan untuk memperoleh kepuasan atau kesenangan, sedangkan “traveling” bertujuan untuk menyelesaikan suatu tugas atau kepentingan --- yang belum tentu berkaitan dengan faktor kepuasan atau kesenangan.
Sesuai dengan arti harfiahnya, kata “tourism” dapat diterjemahkan menjadi “pelancongan” dan kata tourist dapat kita terjemahkan sebagai “pelancong”. Dalam bahasa Melayu, yang merupakan induk bahasa Indonesia, melancong mempunyai arti bepergian untuk bersenang-senang. Dalam pergaulan sehari-hari sering pula kata melancong dicampur-adukkan dengan kata “pelesir”, walaupun sebenarnya kedua kata tersebut mempunyai arti yang berbeda. Kata pelesir, yang kita ambil dari bahasa Belanda, berarti kesenangan atau kenikmatan (pleasure dalam bahasa Inggeris). Pelesir atau menikmati sesuatu tidak harus dengan melakukan perjalanan, kenikmatan atau kesenangan dapat saja diperoleh di rumah atau di tempat tinggal kita sendiri, di sinilah perbedaannya dengan kata “melancong”. Dalam bahasa Indonesia dewasa ini kata pelancongan sudah jarang terdengar dan telah digantikan dengan pariwisata dan kata melancong diganti dengan kata berwisata.
Pariwisata telah berkembang menjadi suatu industri, pariwisata merupakan salah satu subsektor dari bidang perekonomian. Pengembangan industri pariwisata ditujukan untuk memberikan kontribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, regional atau masyarakat Dengan istilah lain, dunia pariwisata diharapkan mampu ikut mendorong pertumbuhan ekonomi --- baik secara nasional maupun regional/provinsial.
Asumsi dasar pengembangan kepariwisataan adalah kebutuhan manusia akan kenikmatan, kesenangan dan kenyamanan. Seseorang akan rela membelanjakan uangnya untuk membeli kenikmatan, kesenangan dan kenyamanan. Kebutuhan akan rasa senang, nikmat dan nyaman akan mendorong seseorang untuk berpergian ke tempat lain, apabila di tempatnya sendiri tidak diperolehnya. Sehingga asumsi selanjutnya adalah seseorang yang melakukan pelancongan pasti memiliki atau membawa uang agar dapat berangkat dan “membeli” segala sesuatu di tempat tujuan agar kebutuhannya terpuaskan. Dari sini kita dapat memperoleh gambaran mengenai konsep “barang/jasa” yang dapat diperjual-belikan dalam dunia kepariwisataan.
Barang/jasa yang diperjual-belikan dalam industri pariwisata dapat beragam bentuknya --- baik yang dapat diraba (tangible) maupun yang tidak dapat diraba (intangible), bahkan adapula yang hanya dapat dirasakan (sensible) seperti keheningan, kedamaian dan sinar matahari. Secara umum, barang/jasa kepariwisataan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, antara lain : alam (nature); pemandangan (scenery); seni dan budaya (art and culture); peninggalan sejarah/situs, dan hiburan (entertainment)
Menilik konsep-konsep teoritik kepariwisataan tersebut di atas, kita dapat mengatakan bahwa Propinsi Bengkulu memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar dan cukup layak untuk dikembangkan. Hampir keseluruhan dari obyek wisata yang disebutkan di atas dimiliki oleh Propinsi Bengkulu. Secara garis besar, potensi pariwisata Propinsi Bengkulu yang dapat dikembangkan antara lain meliputi obyek-obyek : wisata alam; wisata seni-budaya; wisata sejarah dan situs purbakala, serta wisata hiburan dan rekreasi.
Penempatan subsektor pariwisata sebagai salah satu prioritas pembangunan sungguh merupakan suatu kebijakan yang berani dan berwawasan jauh ke depan. Kondisi geografis Propinsi Bengkulu yang unik secara pasti akan membatasi upaya pengembangan sektor pertanian yang “lapar lahan”. Di pihak lain, dalam waktu singkat pertumbuhan jumlah penduduk tidak mungkin ditekan menjadi 0%, oleh karenanya di masa depan sektor pertanian akan menjadi sangat intensif dan sebagian penduduk akan beralih mencari nafkah pada sektor-sektor ekonomi lainnya. Salah satu subsektor ekonomi alternatif yang dapat mereka masuki adalah subsektor pariwisata.
Paralel dengan surutnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, pengembangan subsektor pariwisata juga membutuhkan jangka waktu yang tidak pendek. Adalah tidak adil apabila kita menuntut pariwisata Propinsi Bengkulu harus mampu menyamai Bali atau Yogyakarta hanya dalam waktu satu Pelita. Pembangunan kepariwisataan paling tidak membutuhkan empat kelompok kegiatan pembangunan, yakni : pengembangan obyek-obyek wisata potensial; pembangunan prasarana fisik penunjang; promosi, dan pengembangan fasilitas pelayanan.
Perkembangan situasi ekonomi dan politik secara nasional dan regional akan berpengaruh langsung terhadap kegiatan pembangunan suatu daerah, termasuk pembangunan kepariwisataan. Instabilitas ekonomi dan politik yang pernah dihadapi Indonesia dapat membuktikan pendapat tersebut, misalnya masalah keterbatasan dana dan dicabutnya Indonesia sebagai salah satu Negara Tujuan Wisata secara internasional. Sebagai bagian dari Indonesia, Propinsi Bengkulu juga merasakan dampak negatif instabilitas ini dan pembangunan subsektor pariwisata Propinsi Bengkulu ikut mengalami perlambatan. Pembangunan kepariwisataan Propinsi Bengkulu ke depan akan menemui banyak hambatan, masalah dan tantangan. Pariwisata Propinsi Bengkulu adalah subsektor prioritas yang penuh dengan tantangan.
Hambatan, masalah dan tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan kepariwisataan Propinsi Bengkulu cukup banyak dan variatif. Secara praktis permasalahan dan tantangan yang segera dihadapi antara lain adalah : dana pembangunan yang terbatas secara relatif; kualitas sumberdaya manusia yang belum memadai; frekwensi jasa transportasi (terutama penerbangan) yang masih terbatas, dan prasarana fisik penunjang obyek-obyek wisata alam yang belum terbangun secara penuh. Dari keempat bentuk masalah ini saja akan timbul masalah-masalah lain secara berantai, misalnya promosi menjadi tidak efektif apabila barang yang dipromosikan belum siap, calon wisatawan membatalkan kunjungannya apabila penerbangan terus mengalami penundaan (delay) atau tidak pas dengan jadwal kunjungan yang telah mereka rencanakan, dan wisatawan kecewa apabila berbagai fasilitas pelayanan yang mereka butuhkan ternyata kurang tersedia.
Tantangan harus dihadapi dan masalah harus dipecahkan, membangun subsektor kepariwisataan di Propinsi Bengkulu membutuhkan kerja keras dan konsep-konsep pembangunan dengan orientasi baru. Untuk selanjutnya, kebijakan dan kegiatan pembangunan kepariwisataan di daerah harus bertumpu pada peran swasta dan masyarakat. Sedangkan sektor pemerintah mempunyai kewajiban untuk menciptakan iklim pembangunan yang favorable dan kondusif bagi sektor swasta dan masyarakat dalam memainkan peran mereka itu
Pada tahap awal, pemerintah berkewajiban untuk melakukan inventarisasi obyek-obyek wisata yang layak dikembangkan dan membangun berbagai prasarana fisik yang dibutuhkan. Selanjutnya, pemerintah juga perlu mempertimbangkan penentuan berbagai “entrepoints wisatawan” yang potensial, misalnya : pengembangan wisata Bukit Kaba dan Hutan Lindung dengan entrepoint Kota Lubuk Linggau untuk wisata di Rejang Lebong/Lebong/Kepahyang; pengembangan Air Terjun Sembilan Tingkat, Pusat Latihan Gajah dan TNKS dengan entrepoint di perbatasan Propinsi Sumbar untuk Muko-Muko dan Bengkulu Utara; pengembangan kawasan wisata Linau, Merpas dan TNBBS dengan entrepoint di Lampung Barat untuk Kaur dan Bengkulu Selatan; serta pengembangan wisata Pantai Panjang dan obyek-obyek sejarah dengan entrepoint di Kota Bengkulu yang dapat pula berfungsi sebagai entrepoint bagi Seluma dan kabupaten-kabupaten lainnya.
Setelah itu, ditentukan pula entrepoint atau kawasan mana yang menjadi prioritas. Untuk penentuan prioritas ini kembali berbagai faktor perlu dipertimbangkan, dan dari sini pandangan serta saran-saran dari sektor swasta dan masyarakat mutlak menjadi pertimbangan utama karena merekalah yang selanjutnya akan mengembangkan berbagai fasilitas pelayanan yang dibutuhkan (hotel, restoran, travel biro, pramuwisata, taman dan sebagainya), prinsip-prinsip kelayakan bisnis dan kelayakan sosial serta kelayakan lingkungan menjadi tolok-ukur keberhasilan yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Apabila skala prioritas telah ditetapkan, tugas utama sektor pemerintah adalah membangun prasarana fisik dan pelayanan penunjang (jalan, jembatan, keamanan dan kesehatan) dan membantu kegiatan promosi. Pariwisata boleh menjadi prioritas penuh tantangan, namun dengan kerjasama yang saling menguntungkan antara sektor pemerintah dengan sektor swasta dan masyarakat tantangan dan masalah akan menjadi lebih ringan.


Bengkulu, 30 Desember 1998.

(H. Musiardanis)

Tidak ada komentar: